Meet The Author

Nazaruddin dan Skandal Partai Demokrat*
Tidak ada komentar
Oleh: Agung Agustian**)

Transparency International Indonesia mencatat bahwa indeks korupsi di Indonesia tidak menurun, masih bertahan di angka 2,8. Posisi itu sama dengan periode sebelumnya. Indonesia berada di peringkat 110 dari 178 negara yang disurvey terhadap indeks persepsi korupsi (antaranews, 26/10/2010).
Dari data laporan tahun 2010, MA menyebutkan sebanyak 442 kasus korupsi telah diputus. Dari 90,27 persen koruptor yang divonis bersalah, tercatat 269 perkara atau 60,68 persen yang terdakwanya divonis antara 1 hingga 2 tahun.

Skandal Politisi Partai Demokrat

Berawal dari perilaku korup para pejabat Indonesia, menarik untuk dibahas terkait dugaan korupsi yang dilakukan sejumlah politisi Partai Demokrat. Bendahara umum partai mayoritas di DPR ini yakni M. Nazaruddin, begitupula anggota DPR dari FPD Angelina Sondakh. Kasus yang menjerat mereka ini terkait dugaan suap proyek wisma atlet SEA Games, Palembang, Sumatra Selatan. Dimana KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus suap Rp 3,4 miliar dalam proyek wisma atlet senilai Rp 199 miliar itu, yakni Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam, petinggi PT Duta Graha Indah, Muhammad El Idris, dan petinggi PT Anak Negeri, Mindo Rosalina Manulang.

Partai Demokrat tentu tahu bagaimana persisnya keterlibatan kadernya di kasus Kemenpora, mengingat Nazaruddin dan beberapa kader partai lainnya sudah diperiksa tim investigasi. Tentu Partai Demokrat harus membantu proses hukum yang dilakukan KPK dengan memanggil atau membujuk Nazaruddin –sebagaimana Gayus oleh Satgas Mafia Hukum– agar mau kembali pulang dan memenuhi surat panggilan KPK.

Bergaining position Nazaruddin cukup kuat, dimana bukan rahasia umum lagi bahwa sewaktu masih di komisi X, Nazaruddin memang pandai memainkan perannya untuk menggali dana. Salah satu perannya adalah mengatur anggaran pendidikan untuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Yang salah satu programnya adalah PTN yang mempunyai fakultas kedokteran harus memiliki Rumah Sakit Pendidikan. Dengan program inilah anggaran negara, yang jumlahnya ratusan milyar, dimainkan, baik untuk pembangunan fisik rumah sakit maupun pengadaan alat kesehatan. Tentunya untuk menambah pundi-pundi Partai.

Demokrasi Alat Kapitalis

Penerapan demokrasi di Indonesia sejatinya adalah sebagai alat penerapan sistem Kapitalisme yang sangat efektif. Trias politica membagi kekuasaan menjadi tiga yakni legislatif, eksekutif dan yudikatif, justru semakin memberikan celah untuk saling menutupi borok yang ada pada masing-masing lembaga ini. Fakta tersebut sangat kentara dengan di’peti es’kannya kasus Bank Century atau kasus BLBI yang sampai sekarang tidak jelas juntrungannya.

Peluang ini tentulah dimanfaatkan para pemilik modal untuk meraup kekayaan yang lebih besar lagi, yakni dengan keterlibatan mereka baik secara langsung ataupun tidak. Secara langsung mereka sangat memungkinkan menjadi pemeran utama partai, sebagai politisi jadi-jadian. Ataupun secara tidak langsung mereka memberikan kucuran dana yang sangat besar untuk meloloskan calon-calon anggota legislatifnya. Bahkan saat ini, melalui kebijakan terbaru bahwa partai politik boleh menerima dana dari pengusaha (pemilik modal) hingga Rp. 7,5 milyar, yang sebelumnya hanya dibatasi Rp. 4 milyar saja. Walhasil kebijakan yang dirumuskan tidak akan jauh dari aktivitas suap-menyuap, sogok-menyogok, kolusi dan tentulah korupsi. Dimana kebijakan yang dihasilkan akan senantiasa menguntungkan para pemilik modal tersebut. Akhirnya fungsi politik yang sejatinya mengurusi urusan rakyat menjadi jauh panggang dari api.

Kondisi lembaga yudikatif yang memiliki peran sebagai penegak hukum pun banyak terlibat skandal yang sama, sehingga tidak mampu berbuat banyak. KPK yang menjadi lembaga ‘super body’ saat ini sedang disibukkan dengan pemilihan ketua pimpinan yang baru. Begitupula keterkaitan erat antara legislatif dan eksekutif secara kepartaian semakin mengokohkan praktek permainan kotor yang lebih smooth. Terlebih lagi sebagaimana laporan MA tahun lalu, sistem hikum di negeri ini amat mandul terhadap para politisi atau pejabat pelaku korupsi. Sempurnalah kebobrokan sistem aturan yang diterapkan Indonesia ini dalam mengokohkan praktik-praktik busuk demikian terjadi berulang kali.

Alih-alih sebagai sistem perpolitikan yang diagung-agungkan, ternyata demokrasi semakin memperlihatkan kebobrokannya. Akhirnya demokrasi hanya sekedar alat berjalannya sistem kapitalisme di negeri ini. Walhasil bukan kesejahteraan rakyat yang didapat, yang ada malah praktek kecurangan para pejabat dan implikasinya rakyat semkin melarat. Terlebih lagi ketika sang penguasa itu adalah pengusaha, tentunya dengan berbagai kepentingan dan ambisi pribadinya agar senantiasa mulus dalam menjalankan usahanya melalui lembaga legislatif sebagai pembuat –perekayasa– aturan yang legal (sah).

Penutup

Telah jelas bahwa korupsi dengan berbagai varian-nya lahir dari rahim kandung demokrasi. Demokrasi melahirkan para politisi bermental korup, zalim, dan rakus. Demokrasi telah membiasakan para politisi dan penguasanya untuk gemar berbuat curang, menerima suap dan melakukan praktik kolusi yang merugikan rakyat, padahal Allah dan RasulNya telah mengharamkan perbuatan tersebut. Partai politik pun tak ayal sebagai kumpulan orang-orang bejat yang kelaparan dan melahap hak-hak rakyat.

Kebejatan para politisi yang notabene mereka adalah penguasa dan pemerintahan yang sekarang ada, penyebab keduanya bukanlah sekadar rusaknya moral para politisi atau pemimpin tersebut, namun juga karena keborokankan sistem yang diterapkan. Sudah sepatutnya bagi ummat untuk mencampakkan sistem politik demokrasi seraya menggantinya dengan sistem yang diridhai Allah dan Rasul-Nya, yang menjamin keberkahan hidup di dunia dan akhirat.

Oleh sebab itu untuk menghindarkan umat dari semua kerusakan ini dan mewujudkan kehidupan yang lebih baik maka tidak ada jalan lain kecuali mencampakkan sistem politik demokrasi yang menjadi akar semua permasalahan itu. Selanjutnya kita adopsi dan terapkan petunjuk hidup dan sistem yang diberikan oleh Allah Swt. yang Mahabijaksana. Sebab Allah SWT sendiri telah menjamin bahwa Islam akan memberikan kehidupan yang berkah kepada kaum muslimin dan jaminan kehidupan bagi umat manusia umumnya.

Belum cukupkah umat menderita dalam sistem demokrasi dan setiap hari menyaksikan kerusakan demi kerusakan muncul akibat sistem ini yang dijalankan para politisi dan penguasa? Sungguh Allah telah memberi pelajaran dan peringatan kepada kita semua, semoga kita bisa memahaminya. Allah Swt. Berfirman:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. al-Maidah: 50).

Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []


** mahasiswa Teknik geologi Unpad (aktivis HTI)

Tidak ada komentar :

Posting Komentar